DPR Nilai Rencana Pemerintah Ratifikasi Persetujuan Paris Berita Bagus

14-10-2016 / KOMISI VII

Anggota  Komisi VII DPR RI Satya W. Yudha menilai  terkait recana pemerintah menerapkan Persetujuan  Paris mengenai perubahan iklim  merupakan berita  bagus. Pasalnya,  selama ini upaya perbaikan iklim yang ada belum berdampak maksimal.

“Ini berita bagus setelah ditandatanganinya Paris Agreement. Selama ini saya lihat masalah lingkungan hanya sebatas himbauan yang tidak mempunyai perangkat hukum yang cukup,” kata Satya kepada media di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta (14/10/2016).

Satya membenarkan, bahwa untuk implementasi perjanjian tersebut republik ini harus mengganti penggunaan energi dari yang ada selama ini. “Semua dari perjanjian ini berbasis energi bersih. Pemerintah harus mengganti dari penggunaan energi kotor menjadi energi bersih, kalau dulu kan berbasis batubara,” lanjut Satya.

Sayangnya, ungkapnya, hingga saat ini pembangunan yang mengedepankan lingkungan hidup belum terlihat dari anggaran pemerintah. Bahkan APBN yang setiap tahun dianggarkan pemerintah tidak sampai 5 persen untuk mewujudkan lingkungan berkualitas baik. “Kalau melihat anggaran lingkungan di seluruh kementerian, kurang dari 5 persen dari anggaran. Artinya negara belum berpihak,” tegas Satya.  

Sementara, dalam kesempatan yang sama teman satu komisi Satya,  Ramson Siagian mempertanyakan kesiapan pemerintah jika Perjanjian Paris tentang perubahan iklim diterapkan di republik ini. “Bagaimana kesiapan masyarakat jika perjanjian paris itu akan dibuatkan undang-undang sebagai payung hukumnya?” tanya Ramson.

Sebagai contoh, lanjut Ramson, sebelum perjanjian tersebut dilaksanakan, republik ini harus mampu menukar bahan bakar berbasis fosil yang digunakan pada  hampir semua sektor kehidupan. “Untuk pembangkit listrik saja kita masih pakai batubara yang berbasis fosil. Begitu juga dengan bahan bakar transportasi, kita masih menggunakan BBM  (Bahan Bakar Minyak),” lanjut Ramson.

Ramson mencontohkan Jepang sebagai negara yang telah siap melaksanakan perjanjian tersebut. Yang terjadi di Jepang tentunya sangat jauh berbeda apa yang ada di republik ini. “Kalau di Tokyo itu seluruh kendaraan sudah memakai gas sebagai bahan bakar, tidak ada lagi yang pakai BBM. Kalau kita mau tentu harus ada konsekuensinya,” jelas Ramson.

Begitu pula dengan penjelasan secara massif kepada masyarakat. Ramson mengatakan bahwa seluruh rakyat republik ini harus tahu dengan jelas terlebih dahulu rencana tersebut sebelum benar-benar diterapkan. “Kalau mau disahkan harus ada sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat. Karena mobil-mobil yang di atas 5 tahun sudah tidak boleh ada lagi. Masyarakat harus tahu itu,” ujar Ramson. (sc)/foto:naefurodji/iw.

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...